LAHIRNYA PERATURAN DAERAH TENTANG LEMBAGA ADAT DI KABUPATEN ALOR

  • Whatsapp
banner 468x60

Lembaga Adat : organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta pengembangan adat budaya.

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
  • PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6 tentang Desa;
  • Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah;
  • Permendagri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat;
  • UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (lembaran Negara RI Tahun 2017 nomor 104, tambahan lembaran negara RI momor 6055)
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat;
  • Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Pemberdayaan Kelembagaan Adat (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2018 Nomor 04, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 571).

Revitalisasi dimaksudkan untuk mengembalikan vitalitas makna sebuah urusan adatiah di Alor dan juga menjadi salah satu upaya perlindungan terhadap budaya leluhur dengan tidak bermaksud Pemerintah mencampuri urusan adatiah.

Bacaan Lainnya

banner 300250

Hukum Adat biasanya tidak tertulis, namun dengan revitalisasi sebagian perlu ditulis sebagai dokumen, agar dapat menjadi acuan bagi setiap orang yang berkepentingan dalam urusan dengan adat khususnya Perkawinan.

Adanya sebuah Peraturan Daerah dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pengakuan pemerintah terhadap hukum adat, juga menjadi kekuatan pemerintah khususnya Pemerintah Desa/Kelurahan dan Kecamatan melalui Perangkat Lembaga Adat dalam menyelesaikan urusan yang menyangkut adatiah, agar cita-cita negara dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai dari semua lini.

Hanya sedikit Perda yang Lahir dari Bawah karena sebagaian besar Perda adalah lahir sebagai bentuk turunan dari Undang-Undang dan Peraturan yang lebih tinggi untuk diterapkan dengan maksimal di tingkat Kab/kota atau Lahir dari Atas. Karena itu tidak ada salahnya jika kita mau berusaha, karena Pemerintah Daerah Kab. Alor telah memberikan dukungannya dengan mengakomodir sejumlah dana untuk  memfasilitasi kegiatan revitalisasi dan bersama – sama dengan WVI – ADP

Proses Menghadirkan Perda Kab. Alor 8/2018 :

  1. Dinas PMD bersama ADP merancang Draft Ranperda
  2. Draft Ranperda diajukan (02 Februari 2018) ke Bagian Hukum dan HAM Setda Kab. Alor untuk dipelajari dan rapat menyatukan Persepsi pada tanggal 03 April 2018.
  3. Bersama dengan Bagian Hukum dan HAM Setda Kab. Alor, Ranperda dikonsultasikan dengan Dinas PMD Prov. NTT di Kupang (12 – 13 April 2018)
  4. Melakukan Publik Hearing Ranperda (22 – 29 April 2018) dengan Masyarakat dan tokoh adat di 6 Kecamatan dengan melibatkan Kecamatan terdekat; lokasi Publik Hearing masing-masing :
    • Pantar Timur
    • Pulau Pura
    • Alor Selatan
    • Alor Timur Laut
    • Lembur
    • Alor Timur
  5. Hasil Konsultasi dengan Pemerintah Prov NTT Ranperda disidangkan di DPRD Kab. Alor melalui Komisi A “ Komisi Legislasi” (09 – 10 Juli 2018)
  6. Dari DPRD Kab. Alor, Ranperda dikonsultasi dengan Biro Hukum Setda Prov. NTT di Kupang (16 – 17 Juli 2018)
  7. Ranperda ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kab. Alor pada tanggal 25 Juli 2018, Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Pemberdayaan Kelembagaan Adat.

Karena itu kita patut bersyukur karena Perda terkait Revitalisasi Budaya lahir dari Bawah yakni lahir dari inisiatif Masyarakat yang diwakili oleh Para Tokoh adat yang berjuang untuk masa depan generasi bangsa.

Perda Pengakuan dan Pemberdayaan Kelembagaan adat merupakan bentuk pengakuan Pemerintah bahwa di Alor ada 12 rumpun adat, terorganisir dan diakui kewenangannya, sebagaimana tercantum dalam Paragraf 3

Pasal 11 :

Musyawarah adat rumpun berwenang :

a) Menetapkan kepengurusan;

b) Menetapkan program kerja;

c) Menetapkan biaya sosial adat;

d) Menyelesaikan sengketa antar desa/kelurahan di dalam rumpun; dan/atau kewenangan lainnya yang                   diberikan berdasarkan kesepakatan.

Pasal 12 :

  1. Biaya sosial adat sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf c meliputi :

a) Belis dan moring;

b) Pemakaman secara adat;

c) Pembuatan rumah atau gudang adat;

d) Pembuatan sanggar dan budaya; dan

e) Ritual adat lainnya yang membutuhkan kontribusi warga adat

2. Penetapan biaya sosial adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip :

a) Mengutamakan ritual yang bermakna, luhur dan beradab;

b) Berorientasi pada kehidupan masa depan dan generasi penerus; dan

c) Efesiensi dan efektifitas.

Jadi pada prinsipnya, Perda 4/2018 tentang Pengakuan dan Pemberdayaan Kelembagaan Adat mengisyaratkan bahwa Lembaga Adat merupakan lembaga yang dihadirkan sebagai penanggungjawab mati dan hidupnya sebuah organisasi kemasyarakatan yang berbasis kearifan lokal dalam menjaga dan merawat sebuah tradisi/kebudayaan agar tidak punah sekaligus tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab terhadap pesan moral leluhur (masa lalu) maupun ketentraman generasi penerus dalam tatanan sosial masyarakat, karena kelembagaan adat itu sendiri adalah persatuan masyarakat adat yang terdiri dari Lembaga Adat Rumpun, Musyawarah Adat Rumpun dan Lembaga Adat Desa/Kelurahan.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *